LDII

LDII
Official Website
Minggu, Oktober 20, 2013
0 komentar

Hukuman Mati untuk Koruptor

12:00 PM
Mantan Menteri Kereta Api Cina, Liu Zhijun menjadi terdakwa pada sidang kasus korupsi di Pengadilan Beijing, Cina, 9 Juni 2013 lalu. Liu dijatuhi hukuman mati pada Juli 2013 setelah terbukti menerima suap sebesar Rp 1,1 triliun dalam rentang waktu 1986-2011.


Berpredikat sebagai negara komunis, ternyata tidak membuat Cina bebas dari korupsi. Banyak pejabat negara yang bergaji kecil, namun entah bagaimana bisa memilki gaya hidup jetset dengan berbagai fasilitas mewah. Tak heran, kalau data Transparency International’s Corruption Perceptions Index pada 2012 menunjukkan bahwa Cina menempati ranking 80 dari 176 negara terkorup di dunia.
Rupanya, ancaman hukuman mati serta metode penyidikan yang keras tak lantas membuat orang-orang itu takut.
Pada Juli 2013, pengadilan di Cina menjatuhkan hukuman mati atas mantan Menteri Kereta Api Cina, Liu Zhijun, yang terbukti melakukan tindak korupsi serta penyelewengan kekuasaan.
Lelaki berusia 60 tahun itu menerima suap Rp 1,1 triliun dalam rentang waktu 1986-2011. Dia juga bersalah karena menggunakan otoritasnya sebagai pejabat tinggi untuk memberikan keuntungan kepada sebelas mitra kerjanya.
Wakil Gubernur Provinsi Jiangzi, Hu Changging, juga masuk  dalam daftar pejabat yang berakhir ditembak mati setelah terbukti menerima suap berupa mobil dan permata senilai Rp 5 miliar. Ada juga Xiao Hongbo, Deputi Manager Cabang Bank Konstruksi Cina di Dacheng Provinsi Sichuan, yang dihukum mati karena korupsi.
Xiao terbukti telah merugikan bank sebesar 4 juta yuan (sekitar Rp 3,9 miliar) sejak 1998-2001. Pria berusia 37 tahun itu menggunakan uangnya untuk membiayai delapan orang pacarnya.
Pada 2010, asisten menteri keamanan publik, Shaodong Zheng, yang memimpin Ekonomi Biro Investigasi, dijatuhi hukuman mati karena kasus penyuapan dan penyalahgunaan jabatan. Zheng disebut-sebut menerima suap senilai lebih dari 8 juta yen pada 2001-2007.
Selain diancam hukuman mati, ketegasan pemerintah Cina terhadap aksi korupsi juga ditunjukkan oleh metode penyidikan yang keras. Beijing Times melaporkan bahwa seorang tersangka korupsi, Yu Qiyi (42), diduga tewas setelah ditenggelamkan kedalam bak mandi berisi air es oleh tim penyidik. Aksi ini dilakukan penyidik untuk memaksa Yu mengakui perbuatannya.
Yu Qiyi adalah seorang karyawan perusahaan negara di Kota Wenzhou, yang ditahan sejak Maret 2013 terkait kasus tanah. BBC melansir bahwa interogasi terhadap Yu merupakan bagian dari prosedur disiplin internal partai yang dikenal dengan sebutan “Shanggui”. Semula, kematiannya disebut karena tidak sengaja. Namun, dokumen kematian menyebutkan bahwa Yu meninggal dunia setelah menghirup cairan yang menyebabkan paru-parunya tidak berfungsi.

Tak akan jera
Hukuman mati terhadap para pelaku korupsi ini tampaknya sesuai dengan komitmen Presiden Xi Jinping yang bertekad melawan korupsi.
Kendati demikian, hukuman berat itu ternyata tidak lantas membuat sejumlah kalangan puas.
Seorang pakar hukum dari Universitas Beijing, He Weifang mengatakan, hukuman mati telah dijatuhkan kepada koruptor selama 30 tahun terakhir. Namun, itu tidak akan membuat orang jera untuk melakukan kejahatan yang sama.
Ini bisa mengurangi kepercayaan pada isyarat yang tengah ingin disampaikan pemerintah. Tidak ada upaya-upaya lebih besar dalam penanganan korupsi,” ujarnya.
Pakar politik dari Universitas Remin Zhang Ming kepada AP menilai bahwa vonis hukuman mati kepada koruptor, khususnya Liu Zhiyun, bukan pertanda siginifikan upaya Xi dalam melawan korupsi. Baru ketika hukuman mati atas mantan Menteri Kereta Api Cina itu betul-betul dilaksanakan, maka akan tumbuh kesadaran dalam masyarakat bahwa pejabat yang menghadapi dakwaan serupa juga bisa dihukum mati.
Mantan pemimpin Cina Zhu Rongji pernah berkata: “Berikan saya 100 peti mati, 99 akan saya kirim untuk para koruptor. Satu buat saya sendiri jika saya pun melakukan hal itu”. Ini mungkin bisa menjadi gambaran keseriusan negeri Cina dalam memerangi korupsi.
Indonesia, apa kabar?


Sumber : Lia Marlia, Harian Umum Pikiran Rakyat, Bandung, Minggu (Pahing) 20 Oktober 2013.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Toggle Footer
Top