Tindak
pidana korupsi yang kini marak diberitakan, umumnya melibatkan tindak pidana
pencucian uang. Maka pencucian uang atau money laundering, demikian deras
menghujani benak publik akhir-akhir ini. Apa sebenarnya pencucian uang ? Apa modusnya
?
Pencucian uang adalah suatu kegiatan menyamarkan asal-usul uang hasil tindak kejahatan. Modusnya melalui berbagai transaksi keuangan agar uang haram itu menjadi kelihatan bersih. Itu dilakukan pelaku kejahatan agar bisa beralibi di hadapan hukum; aparat penegak hukum tak bisa menelusuri uang hasil kejahatannya dan luput dari kemungkinan jadi barang bukti tindak kejahatan.
Pencucian uang adalah suatu kegiatan menyamarkan asal-usul uang hasil tindak kejahatan. Modusnya melalui berbagai transaksi keuangan agar uang haram itu menjadi kelihatan bersih. Itu dilakukan pelaku kejahatan agar bisa beralibi di hadapan hukum; aparat penegak hukum tak bisa menelusuri uang hasil kejahatannya dan luput dari kemungkinan jadi barang bukti tindak kejahatan.
Konon,
praktik money laundering mulai ditemukan 2.000 tahun lampau semasa kekaisaran
Cina: Para pengusaha menyembunyikan harta, mengakali pajak pemerintah. Istilah
money laundering berasal dari gengster Chicago Al Capone di era 1920-an yang
melegenda. Al-Capone membeli jaringan laundry bernama Sanitary Cleaning Shop,
dan menjadikannya kedok jual-beli alkohol ilegal. Jika sang Godfather
ditanya bisa biayai hidup mewah, dia cukup jawab “well, ternyata makin banyak
mencuci pakaiannya di tempat saya”. Orang tak tahu, harta sumber harta
terbesarnya dari penjualan miras ilegal.
Ada tiga
tahap proses pencucian uang. Pertama, placement (penempatan). Dana hasil
tindak kejahatan diubah kedalam bentuk lain agar tak menimbulkan kecurigaan,
dengan menempatkannya ke dalam sistrem keuangan, misal, di bank atau lembaga
non-bank.
Kedua, layering
atau pelapisan, adalah transaksi keuangan secara kompleks atau berlapis untuk
memisahkan hasil tindak pidana dari sumbernya ke berbagai rekening, sehingga
sulit dilacak asal muasalnya. Misal, dana yang telah disimpan di bank
ditransfer ke berbagai rekening sehingga menjadi samar asal usulnya.
Ketiga,
integrasi (Penggunaan Dana), memasukkan kembali dana yang sudah kabur asalnya
ke dalam kekayaan pribadinya. Melalui dua tahap sebelumnya, uang seakan milik
sahnya, sehingga dapat dipergunakan dan dinikmati pelaku berbagai kegiatan sah,
seperti pembelian barang dan pemenuhan lifestyle sehari-hari.
Secara garis
besar, modus pencucian uang terdiri dua bagian, yaitu modus tradisional dan
modus kontemporer. Modus tradisional paling sering digunakan dalam pencucian
uang. Namun tetap merepotkan aparat penegak hukum, karena dilakukan dengan
berbagai kombinasi, sehingga perlu analisa sangat tajam untuk mengurai mata
rantainya.
Modus
tradisional terdiri beberapa modus dasar: Smurfing: Upaya menghindari
pelaporan dengan memecah transaksi oleh banyak pelaku. Structuring, yaitu
menghindari pelaporan dengan memecah trnsaksi menjadi lebih kecil. U Turn:
Mengaburkan asal usul hasil kejahatan dengan memutarbalikkan transaksi, lalu
dikembalikan ke rekening asalnya.
Cuckoo
Smurfing,
mengaburkan asal usul sumber dana dengan mengirimkan dana melalui rekening
pihak ketiga yang menunggu kiriman dana dari luar negeri. Tanpa disadari
penunggu jika dana itu merupakan “proceed of crime”. Mingling,
mencampurkan dana hasil tindak pidana dengan dana hasil kegiatan usaha legal
untuk mengaburkan sumber asalnya.
Penggunaan
identitas palsu, transaksi dengan identitas palsu guna mempersulit terlacaknya
identitas dan deteksi pelaku pencucian
uang. Off Shore Banking, modus ini melibatkan institusi keuangan di
negara surga uang, seperti Karibia, tanpa menanyakan asal-usulnya, asal ada
uang, transaksi, dan menguntungkan bank.
Shell
companies,
perusahaan fiktif sengaja diciptakan untuk transaksi keuangan fiktif. Misalnya
Anda tercatat jadi komisaris atau Direksi PT Abal-Abal wal Tbk. Perusahaan itu
fiktif, tapi didukung data meyakinkan sehingga bank percaya menjadikannya
nasabah.
Infiltrasi Investasi (Troya), pelaku memecah uang haram, membeli produk-produk investasi di institusi resmi. Berupa reksa dana, saham, obligasi ritel, atau apa pun. Bak kuda troya; menyusupkan uang haram ke institusi halal. Atau praktik asuransi; membuka account, mengambil premi asuransi langsung serta meraih benefit sesuai klausul yang disepakati.
Setelah dipecah, dana ditransfer ke berbagai bank, lokal maupun luar negeri. Pelaku tetap mengendalikan banyak rekening sesuai nominal serta kepemilikan yang berbeda. Lalu ditransaksikan ke bulk account (rekening tampungan), sesuai pemecahan transaksi dan nominalnya. Data rekening tampungan biasanya fiktif, baik sebagai nasabah individu mapun nasabah badan usaha. Atau bahkan langsung ke rekening pelaku sendiri setelah memutarbalikkan transaksi dengan media transaksi normal.
Setelah dipecah, dana ditransfer ke berbagai bank, lokal maupun luar negeri. Pelaku tetap mengendalikan banyak rekening sesuai nominal serta kepemilikan yang berbeda. Lalu ditransaksikan ke bulk account (rekening tampungan), sesuai pemecahan transaksi dan nominalnya. Data rekening tampungan biasanya fiktif, baik sebagai nasabah individu mapun nasabah badan usaha. Atau bahkan langsung ke rekening pelaku sendiri setelah memutarbalikkan transaksi dengan media transaksi normal.
Seiring
pengetatan pengawasan lembaga keuangan, pelaku money laundering pun
cerdik berkiat cara baru, seperti modus export-import. Ini tak sendiri,
tapi bekerja sama dengan pelaku lain, mengubah nilai barang. Mencuci dana haram
Rp 1 miliar, cukup membeli barang ekspor, seperti kerajinan senilai Rp 100
juta. Semua dokumen ekspor dinaikkan jadi Rp 1 miliar. Perusahaan eksportir
fiktif yang juga miliknya membayar Rp 1 miliar yang sebenarnya cuma senilai Rp
100 juta, lantas jadi harta legal.
Barang-barang
Seni. Ini modus yang jarang terendus.
Bisa melalui pembelian di pasar gelap, memalsukan dokumen perolehan barang
seni, lalu menjual ke balai lelang di luar negeri. Atau beli dari balai lelalng
resmi, menurunkan nilainya di dokumen ekspor-impor, membawa ke negara asal,
lalu menjual dengan harga pasar. Jika tak laku, harga barang seni terus
meningkat. Modus ini dipilih karena belum ada regulasi keuangan yang mengatur
balai lelang. Mereka bebas melakukan transaksi tanpa wajib melapor ke pihak
berwajib.
Yayasan
Sosial. Mendirikan yayasan dengan dana operasional uang haram. Pelaku sebagai
pengurus, menciptakan donatur-donatur fiktif, membiayai gaya hidup mewahnya
atas nama yayasan: membeli rumah atau mobil mewah atas nama yayasan. Dengan
rekam transaksi akuntansi benar ada dan legal. Terlebih yayasan tak wajib
diaudit akuntan publik.
Perangkat
Hukum
Atas dasar
kecenderungan kompleksitas yang kian rumit seperti itu, pemerintah dan semua
pihak merasakan pentingnya perangkat hukum untuk mengantisipasi tindak
kejahatan pencucian uang ini. Pemerintah memberlakukan gerakan anti pencucian
uang melalui UU No.8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak
Pidana Pencucian Uang. Bahkan upaya parsial telah dilakukan sebelumnya. Di
industri perbankan, lahir Peraturan Bank Indonesia No. 3/10/PBI/2001 tanggal 18
Juni 2001 tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer
Principles) lewat beberapa perubahan hingga Peraturan Bank Indonesia No.
14/27/PBI/2012 tanggal 28 Desember 2012 tentang Penerapan Program Anti Pencucian
Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisma Bagi Bank Umum.
Lembaga
keuangan di Indonesia diwajibkan melaporkan setiap transaksi tunai dalam jumlah
diatas Rp 500 juta ke Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK),
berupa laporan Transaksi Keuangan Tunai (LTKT) atau Cash Transaction Report
(CTR). Di Amerika Serikat jumlahnya diatas $10,000. Jika lebih, bank wajib
menulis Currency Transaction Report (CTR) kepada Financial Crimes
Enforcement Network (FinCEN). Jika terjadi lonjakan drastis transaksi di
satu lembaga keuangan dan terindikasi menyimpang Laporan Transaksi Keuangan
Mencurigakan (LTKM) atau Suspicious Transaction Reports (STR).
Pencucian
uang amat mengancam tatanan ekonomi sosial masyarakat dunia, sebab menghalalkan
segala cara. Pelaku tak lagi berhitung nominal yang mereka korbankan. Separuh
dari total uangnya sekalipun dengan satu tujuan: uang haramnya menjadi seolah
sah dan legal. Let’s combating money laundering !
Sumber : Info
Bank Syariah Edisi Mei dan Juni 2013.
Oleh Ponco
Wahyu Adiwidjanarko : Kepala Satuan Kerja Kepatuhan bank BJB Syariah
0 komentar:
Posting Komentar